B. HAK
DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
1. Rakyat
Rakyat adalah bagian dari suatu negara
atau elemen penting dari suatu pemerintahan. Rakyat terdiri dari beberapa orang
yang mempunyai ideologi sama dan tinggal di daerah/pemerintahan yang sama dan
mempunyai hak dan kewajiban yang sama yaitu untuk membela negaranya bila
diperlukan.Elemen rakyat terdiri dari wanita , pria , anak-anak , kakek dan
nenek.Rakyat akan dikatakan rakyat jika telah disahkan oleh negara yang
ditempatinya dan telah memenuhi syarat-syarat sebagai rakyat/warga negara
Rakyat diambil dari kata Rahayat..artinya yang
mengabdi,pengikut,pendukung.Konotasinya sangat merendahkan karena dianggap
sebagai "hamba,budak dan sejenisnya" Sehingga agak berbeda dengan
maksud dari kata people ( Inggris )..apalagi kalau dengan konotasi rakyat
sebagai sebuah kekuatan atau pemilik sebuah negara.
2. Kewajiban
warga negara
1.1 Rakyat
dalam kewajiban politik mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. Ikut
berpartisipasi dalam pemilihan umum
b. Ikut
mengkritik dan membangun roda pemerintahan
c. Menjadi
elemen penting dalam aspek politik
d. Berkewajiban
mengikuti politik praktis
e. Berkewajiban
mengikuti peraturan-peraturan politik yang telah ditetapkan negara dan siap
menerima sanksi jika melanggar.
1.2 Rakyat
dalam kewajiban ekonomi dan sosial mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a. Menjadi
fundamental ekonomi pemerintahan
b. Menjadi
fundamental sosial kenegaraan
c. Berkewajiban
membayar pajak
d. Berkewajiban
mengikuti aturan-aturan hukum yang berlaku tentang pembelaan tanah air dan
menjalankan hak dan kewajibannya yang telah tertulis di undang undang dasar.
3. Hak
warga negara
Hak dan Kewajiban Warga
Negara
Warga negara memiliki
peran yang vital bagi keberlangsungan sebuah negara. Oleh karena itu, hubungan
antara warga negara dan negara sebagai institusi yang menaunginya memiliki
aturan atau hubungan yang diatur dengan peraturan yang berlaku di negara
tersebut. Agar dapat memiliki status yang jelas sebagai warga negara, pemahaman
akan pengertian, sistem kewarganegaraan serta hal-hal lain yang menyangkut warga
negara hendaknya menjadi penting untuk diketahui. Dengan memiliki status
sebagai warga negara, orang memiliki hubungan dengan negara. Hubungan ini
nantinya tercermin dalam peran, hak dan kewajiban secara timbal balik antara
warga negara dengan negaranya.
Dalam beberapa
literatur, dikenal istilah warga negara, rakyat dan penduduk. Istilah warga
negara secara umum mengandung arti peserta, anggota, atau warga dari suatu
negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan
bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan bersama (Tim
ICCE UIN Jakarta). Istilah rakyat lebih merupakan konsep politis. Rakyat
menunjuk pada orang-orang yang berada di bawah satu pemerintahan dan tunduk
pada pemerintahan itu. Istilah rakyat umumnya dilawankan dengan penguasa.
Sedangkan penduduk, menurut Soepomo dalam Hartono Hadisoeprapto (1999), adalah
orang-orang yang dengan sah bertempat tinggal tetap dalam suatu negara. Sah
artinya tidak bertentangan dengan dengan ketentuan-ketentuan mengenai masuk dan
mengadakan tempat tinggal tetap dalam negara yang bersangkutan. Orang yang
berada di suatu wilayah negara dapat dibedakan menjadi penduduk dan non
penduduk. Adapun penduduk negara dapat dibedakan menjadi warga negara dan orang
asing atau bukan warga negara.
Pengertian Warga Negara
Pengertian warga negara
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah penduduk sebuah negara atau
bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang mempunyai
kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu.
Sementara itu, AS Hikam
dalam Ghazalli (2004) mendefinisikan warga negara yang merupakan terjemahan
dari citizenship adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu
sendiri.
Dalam konteks
Indonesia, istilah warga negara seperti yang tertulis dalam UUD 1945 pasal 26
dimaksudkan: “Warga negara adalah Bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang
disahkan undang-undang sebagai warga negara”.
Selanjutnya dalam pasal
1 UU Nomor 22/1958, dan dinyatakan juga dalam UU Nomor 12/2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia, menekankan kepada peraturan yang menyatakan
bahwa Warga Negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan
perundang-undangan dan atau perjanjian-perjanjian dan atau peraturan yang
berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik
Indonesia.
Warga negara memiliki
peran dan tanggung jawab yang sangat penting bagi kemajuan dan bahkan
kemunduran sebuah bangsa. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi anggota atau
warga suatu negara haruslah ditentukan oleh Undang-undang yang dibuat oleh
negara tersebut. Sebelum negara menentukan siapa saja yang menjadi warga
negaranya, terlebih dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meningggalkannya serta berhak kembali sebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E
ayat (1) UUD 1945. pernyataan ini mengandung makna bahwa orang-orang yang
tinggal dalam wilayah negara dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Warga Negara
Indonesia, adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan dengan undang-undang sebagai warga negara.
b. Penduduk, yaitu
orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengan
visa (surat izin untuk memasuki suatu negara dan tinggal sementara yang
diberikan oleh pejabat suatu negara yang dituju) yang diberikan negara melalui
kantor imigrasi.
Dalam penjelasannya
dinyatakan bahwa orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda,
peranakan Cina, peranakan Arab, dan lain-lain yang bertempat tinggal di
Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah Airnya dan bersikap setia kepada
Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.
Dari sudut hubungan
antara negara dan warga negara, Koerniatmanto S. mendefinisikan warga negara
dengan konsep anggota negara. Sebagai anggota negara, warga negara mempunyai
kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban
yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.
Sistem Kewarganegaraan
Sistem kewarganegaraan
merupakan ketentuan/pedoman yang digunakan dalam menentukan kewarganegaraan
seseorang. Pada dasarnya terdapat tiga sistem yang secara umum dipergunakan
untuk menentukan kriteria siapa yang menjadi warga negara suatu negara, yaitu
kriteria yang didasarkan atas kelahiran, perkawinan dan naturalisasi.
1. Sistem
Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran
Penentuan
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran seseorang dikenal dengan dua asas
kewarganegaraan yaitu ius soli dan ius sanguinis. Kedua istilah tersebut
berasal dari bahasa Latin. Ius berarti hukum, dalil atau pedoman. Soli berasal
dari kata solum yang berarti negeri, tanah atau daerah, dan sanguinis berasal
dari kata sanguis yang berarti darah. Dengan demikian ius soli berarti pedoman
kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau daerah kelahiran, sedangkan ius
sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan darah atau keturunan atau
keibubapakan.
Sebagai contoh, jika
sebuah negara menganut ius soli, maka seorang yang dilahirkan di negara
tersebut mendapatkan hak sebagai warga negara. Begitu pula dengan asas ius
sanguinis, jika sebuah negara menganut ius sanguinis, maka seseorang yang lahir
dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan suatu negara tertentu, Indonesia
misalnya, maka anak tersebut berhak mendapatkan status kewarganegaraan orang
tuanya, yakni warga negara Indonesia.
A. Asas Ius Sanguinis
Kewarganegaraan dari
orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, artinya
kalau orang dilahirkan dari orang tua yang berwarganegara Indonesia, ia dengan
sendirinya juga warga negara Indonesia.
Asas Ius sanguinis atau
Hukum Darah (law of the blood) atau asas genealogis (keturunan) atau asas
keibubapakan, adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan
menurut kewarganegaraan orang tuanya, tanpa melihat di mana ia dilahirkan. Asas
ini dianut oleh negara yang tidak dibatasi oleh lautan, seperti Eropa
Kontinental dan China. Asas ius sanguinis memiliki keuntungan, antara lain:
(1) Akan memperkecil
jumlah orang keturunan asing sebagai warga negara;
(2) Tidak akan
memutuskan hubungan antara negara dengan warga negara yang lahir;
(3) Semakin menumbuhkan
semangat nasionalisme;
(4) Bagi negara daratan
seperti China dan lain-lain, yang tidak menetap pada suatu negara tertentu
tetapi keturunan tetap sebagai warga negaranya meskipun lahir di tempat lain
(negara tetangga).
B. Asas Ius Soli
Pada awalnya, asas
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini hanya satu, yakni ius soli saja. Hal
ini didasarkan pada anggapan bahwa karena seseorang lahir di suatu wilayah
negara, maka otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut.
Asas ius soli atau asas
tempat kelahiran atau hukum tempat kelahiran (law of the soil) atau asas
teritorial adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan
menurut tempat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara-negara
imigrasi seprti USA, Australia, dan Kanada.
Tidak semua daerah
tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan. Misalnya, kalau orang
dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan sendirinya menjadi warga
negara Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps diplomatik dan anggota
tentara asing yang masih dalam ikatan dinas. Di samping dan bersama-sama dengan
prinsip ius sanguinis, prinsip ius soli ini juga berlaku di Amerika, Inggris,
Perancis, dan juga Indonesia. Tetapi di Jepang, prinsip ius solis ini tidak
berlaku. Karena seseorang yang tidak dapat membuktikan bahwa orang tuanya
berkebangsaan Jepang, ia tidak dapat diakui sebagai warga negara Jepang.
Untuk sementara waktu
asas ius soli menguntungkan, yaitu dengan lahirnya anak-anak dari para imigran
di negara tersebut maka putuslah hubungan dengan negara asal. Akan tetapi
dengan semakin tingginya tingkat mobilitas manusia, diperlukan suatu asas lain
yang tidak hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja. Selain itu, kebutuhan
terhadap asas lain ini juga berdasarkan realitas empirik bahwa ada orang tua
yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda. Hal ini akan bermasalah jika
kemudian orang tua tersebut melahirkan anak di tempat salah satu orang tuanya
(misalnya di tempat ibunya). Jika tetap menganut asas ius soli, maka si anak
hanya akan mendapatkan status kewarganegaraan ibunya saja, sementara ia tidak
berhak atas status kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar itulah, maka asas ius
sanguinis dimunculkan, sehingga si anak dapat memiliki status kewarga-negaraan
bapaknya.
Dalam perjalanan banyak
negara yang meninggalkan asas ius soli, seperti Belanda, Belgia, dan lain-lain.
Selain kedua asas tersebut, beberapa negara yang menggabungkan keduanya
misalnya Inggris dan Indonesia.
2. Sistem
Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan
Selain hukum
kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga
dapat dilihat dari sistem perkawinan. Di dalam sistem perkawinan, terdapat dua
buah asas, yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
A. Asas Kesatuan Hukum
Asas kesatuan hukum
berdasarkan pada paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan
inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak berpecah.
Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami-istri ataupun ikatan
keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Untuk merealisasikan
terciptanya kesatuan dalam keluarga atau suami-istri, maka semuanya harus
tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya kesamaan pemahaman dan komitment
menjalankan adanya kewarganegaraan yang sama, sehingga masing-masing tidak
terdapat perbedaan yang dapat mengganggu keutuhan dan kesejahteraan keluarga.
Menurut asas kesatuan
hukum, sang istri akan mengikuti status suami baik pada waktu perkawinan
dilangsungkan maupun kemudian setelah perkawinan berjalan. Negara-negara yang
masih mengikuti asas ini antara lain: Belanda, Belgia, Perancis, Yunani,
Italia, Libanon, dan lainnya. Negara yang menganut asas ini menjamin
kesejahteraan para mempelai. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat, melalui proses hemogenitas dan asimilasi bangsa. Proses ini akan
dicapai apabila kewarganegaraan istri adalah sama dengan kewarganegaraan suami.
Lebih-lebih istri memiliki tugas memelihara anak yang dilahirkan dari
perkawinan, maka akan diragukan bahwa sang ibu akan dapat mendidik anak-anaknya
menjadi warga negara yang baik apabila kewarganegaraannya berbeda dengan sang
ayah anak-anak.
B. Asas Persamaan
Derajat
Dalam asas persamaan
derajat, suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan
masing-masing pihak (suami atau istri). Baik suami ataupun istri tetap
berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi
suami-istri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya
ketika mereka belum diikatkan menjadi suami istri. Negara-negara yang
menggunakan asas ini antara lain: Australia, Canada, Denmark, Inggris, Jerman,
Israel, Swedia, Birma dan lainnya.
Asas ini dapat
menghindari terjadinya penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang
berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu negara
dengan cara atau berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan di negara
tersebut. Setelah melalui perkawinan dan orang tersebut memperoleh
kewarganegaraan yang diinginkannya, maka selanjutnya ia menceraikan istrinya.
Untuk menghindari penyelundupan hukum semacam ini, banyak negara yang
menggunakan asas persamaan derajat dalam peraturan kewarganegaraannya.
3. Sistem
Kewarganegaraan Berdasarkan Naturalisasi
Walaupun tidak dapat
memenuhi status kewarganegaraan melalui sistem kelahiran maupun perkawinan,
seseorang masih dapat mendapatkan status kewarganegaraan melalui proses
pewarganegaraan atau naturalisasi. Syarat-syarat dan prosedur pewarganegaraan
ini di berbagai negara sedikit-banyak dapat berlainan, menurut kebutuhan yang
dibawakan oleh kondisi dan situasi negara masing-masing.
Dalam pewarganegaraan
ini ada yang aktif ada pula yang pasif. Dalam pewarganegaraan aktif, seseorang
dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga
negara dari suatu negara. Sedangkan dalam pewarganegaraan pasif, seseorang yang
tidak mau diwarganegarakan oleh sesuatu negara atau tidak mau diberi atau
dijadikan warga negara suatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan
hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut
(Kartasapoetra. 1993: 216-7).
Perolehan
Kewarganegaraan Indonesia
Untuk mendapatkan
status kewarganegaraan Indonesia, pemerintah mengatur dalam Undang-undang. Hal
ini diatur sedemikian rupa, sehingga mampu mengantisipasi berbagai permasalahan
baik sosial maupun permasalahan hukum yang terjadi. Karena permasalahan yang
menyangkut status warga negara dapat terjadi pada wilayah dalam negeri maupun
aktivitas yang berkaitan dengan interaksi antar negara. Sebagai contoh,
kehadiran beberapa artis muda di Indonesia yang berasal dari negara lain, saat
ini tengah berurusan dengan pihak imigrasi karena visa dan status
kewarganegaraan mereka. Terkait dengan kejahatan, berbagai kasus penyebaran
narkoba oleh warga negara kulit hitam di Indonesia melibatkan jaringan
internasional. Dengan pengaturan status kewarganegaraan, pihak kepolisian
memiliki bukti yang kuat untuk mencekal maupun menangkap dan mengembalikannya
ke negara asalnya.
Dalam penjelasan umum
Undang-undang No. 62/1958 bahwa terdapat 7 (tujuh) cara memperoleh
kewarganegaraan Indonesia, yaitu :
1. Karena kelahiran;
2. Karena pengangkatan;
3. Karena dikabulkannya
permohonan;
4. Karena
pewarganegaraan;
5. Karena perkawinan;
6. Karena turut ayah
dan atau ibu;
7. Karena pernyataan.
Hak dan Kewajiban Warga
Negara dan Negara
Seperti yang telah
disampaikan di muka, bahwa warga negara merupakan anggota negara yang mempunyai
kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban
yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. Dengan demikian, warga negara
memiliki hak dan kewajiban terhadap negaranya.
Dalam konteks
Indonesia, hak warga negara terhadap negaranya telah diatur dalam Undang-undang
Dasar 1945 dan berbagai peraturan lainnya yang merupakan derivasi dari hak-hak
umum yang digariskan dalam UUD 1945. Hak-hak dan kewajiban warga negara
tercantum dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UUD 1945. Beberapa hak dan
kewajiban tersebut antara lain: Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal ini menunjukkan
asas keadilan sosial dan kerakyatan Hak membela negara. Pasal 27 ayat (3) UUD
1945 menyatakan “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.”
Selain itu, dalam Pasal
30 ayat (1) juga dinyatakan “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”. Hak berpendapat, berserikat dan
berkumpul, seperti yang tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Hak kebebasan beragama
dan beribadat sesuai dengan kepercayaannya, sesuai dengan Pasal 29 ayat (1) dan
(2) UUD 1945, di Pasal 29 ayat (2) dinyatakan “Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah
menurut agama dan kepercayaannya itu.” Hak untuk mendapatkan pengajaran,
seperti yang tercantum dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945.
(1) Tiap-tiap warga
negara berhak mendapatkan pengajaran.
(2) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur
dengan UUD 1945. Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional
Indonesia. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 32 UUD 1945 ayat (1), “Negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia, dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
budayanya”.
Hak ekonomi atau hak
untuk mendapatkan kesejahteraan sosial. Pasal 33 ayat (1), (2), (3), (4), dan
(5) UUD 1945 berbunyi:
(1) Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
(2) Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara
(3) Bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat
(4) Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar asas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
(5) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Hak
mendapatkan jaminan keadilan sosial. Dalam Pasal 34 UUD 1945 dijelaskan bahwa
“Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”
Kewajiban warga negara
terhadap negara Indonesia, antara lain: Kewajiban menaati hukum dan
pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi: “Segala warga negara
bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Kewajiban membela negara,
seperti yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang telah ditulis sebelumnya.
Kewajiban dalam upaya pertahanan negara, seperti yang sudah dituliskan di atas
pada Pasal 30 ayat (1) UUD 1945.
Selanjutnya hak-hak
warga negara yang tertuang dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara dinamakan
hak konstitusional. Setiap warga negara memiliki hak-hak konstitusional
sebagaimana yang ada dalam UUD 1945. Warga negara berhak menggugat bila ada
pihak-pihak lain yang berupaya membatasi atau menghilangkan hak-hak
konstitusionalnya.
Secara garis besar, hak
dan kewajiban warga negara yang tertuang dalam UUD 1945 mencakup berbagai
bidang. Bidang-bidang ini antara lain adalah bidang politik dan pemerintahan,
sosial, keagamaan, pendidikan, ekonomi, dan pertahanan.
Selain adanya hak dan
kewajiban warga negara di dalam UUD 1945, pada perubahan pertama telah
dicantumkan pula hak asasi manusia. Hak asasi manusia perlu dibedakan dengan
hak warga negara. Hak warga negara merupakan hak yang ditentukan dalam suatu
konstitusi negara. Munculnya hak ini adalah karena adanya ketentuan
undang-undang dan berlaku bagi orang yang berstatus sebagai warga negara. Bisa
terjadi hak dan kewajiban warga negara Indonesia berbeda dengan hak warga
negara Malaysia oleh karena ketentuan undang-undang yang berbeda. Adapun hak
asasi manusia umumnya merupakan hak-hak yang sifatnya mendasar yang melekat
dengan keberadaannya sebagai manusia. Hak asasi manusia tidak diberikan oleh
negara, tetapi justru harus dijamin keberadaannya oleh negara. Di samping
adanya hak dan kewajiban warga negara terhadap negara, dalam UUD 1945 adanya
hak asasi manusia.
Ketentuan mengenai hak
asasi manusia ini dalam UUD 1945 merupakan langkah maju dari bangsa Indonesia
untuk menuju kehidupan konstitusional yang demokratis. Ketentuan mengenai hak
asasi manusia tertuang pada Pasal 28 A sampai J UUD 1945. Dalam ketentuan
tersebut juga dinyatakan adanya kewajiban dasar manusia. Hak dan kewajiban
tersebut antara lain: Hak hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupan (Pasal
28A); Membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawainan yang sah
(Pasal 28B ayat 1); Hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28B ayat 2);
Hak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, mendapat pendidikan,
dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya,
demi meningkatkan kualitas hidup dan demi kesejahteraan umat manusia (Pasal 28C
ayat 1);
Hak memajukan diri
dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa,
dan negara (Pasal 28 C ayat 2); Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (Pasal 28D
ayat 1); Hak untuk bekerja, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja (Pasal 28D ayat 2); Hak memperoleh kesempatan yang
sama dalam pemerintahan (Pasal 28D ayat 3); Hak atas status kewarganegaraan
(Pasal 28D ayat 4); Hak bebas memeluk agama, beribadat menurut agama, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara, dan meninggalkannya dan kembali (Pasal 28E
ayat 1); Hak bebas meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai
dengan hati nurani (Pasal 28E ayat 2); Hak bebas berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat (Pasal 28E ayat 3); Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial, serta hak mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia (Pasal 28F); Hak atas
perlindungan diri, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, dan hak
atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (Pasal 28G ayat 1); Hak bebas dari
penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan
memperoleh suaka politik dari negara lain (Pasal 28G ayat 2); Hak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H ayat 1);
Hak memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal
28H ayat 2); Hak atas jaminan sosial (Pasal 28H ayat 3); Hak memiliki hak milik
pribadi, dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang
oleh siapa pun (Pasal 28H ayat 4); Hak terhadap identitas budaya dan masyarakat
tradisional (Pasal 28I ayat 3); Kewajiban menghormati hak asasi manusia orang
lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Pasal 28J
ayat 1); Kewajiban tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
undang-undang (Pasal 28J ayat 2).
Ketentuan lebih lanjut
mengenai berbagai hak dan kewajiban warga negara dalam hubungannya dengan
negara tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran
atas UUD 1945. Misalnya dengan undang-undang.
Sebagai contoh:
1. Hak dan kewajiban
warga negara di bidang pendidikan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
2. Hak dan kewajiban
warga negara di bidang pertahanan UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI UU No. 34 Tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia
3. Hak dan kewajiban
warga negara di bidang politik terdapat dalam: UU No. 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum UU No. 40 Tahun 1999 tentang
Pers UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik UU No. 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden, dan lain-lain.
Prinsip utama dalam
penentuan hak dan kewajiban warga negara adalah terlibatnya warga (langsung
atau perwakilan) dalam setiap perumusan hak dan kewajiban tersebut sehingga
warga sadar dan menganggap hak dan kewajiban tersebut sebagai bagian dari
kesepakatan mereka yang dibuat sendiri.
Di samping itu, setiap
penduduk yang menjadi warga negara Indonesia, diharapkan memiliki karakteristik
yang bertanggung jawab dalam menjalankan hak dan kewajibannya. Karakteristik
adalah sejumlah sifat atau tabiat yang harus dimiliki oleh warga negara
Indonesia, sehingga muncul suatu identitas yang mudah dikenali sebagai warga
negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar